Berita

Berita - Kawin beda Agama? Dukcapil Hanya Mencatatkan Perkawinan Beda Agama, Bukan Mengesahkan

Dispendukcapil Kota Mojokerto

Solo - Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) menanggapi soal beberapa pengadilan yang mengizinkan pernikahan beda agama untuk dicatat negara, seperti Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, PN Jakarta Timur, dan PN Surabaya.
"Dalam hal ini Disdukcapil hanya mencatatkan apa yang sudah menjadi penetapan pengadilan dan tidak dalam konteks mengesahkan perkawinan," kata Dirjen Dukcapil Prof Zudan Arief Fakhrullah, Kamis (15/9/2022), dikutip dari detikNews.

Zudan menyatakan kebijakan itu berdasarkan pada Pasal 35 huruf a Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pasal itu mengatur bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan 'Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan' adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama.

Dalam Pasal 7 ayat 2 huruf l UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga diatur bahwa Pejabat Pemerintahan wajib mematuhi putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

"Maka setelah ada penetapan pengadilan maka sebagai institutions negara yang taat hukum, Dinas Dukcapil melaksanakan penetapan pengadilan. Dalam hal ini Disdukcapil hanya mencatatkan apa yang sudah menjadi penetapan pengadilan dan tidak dalam konteks mengesahkan perkawinan," ujar Zudan tegas.

Untuk diketahui, sejumlah Pengadilan Negeri (PN) di Indonesia mulai mengizinkan pernikahan beda agama. Hakim kemudian memerintahkan Dinas Dukcapil mencatat peristiwa itu dengan segala akibat hukumnya.

Dilansir detikNews, hakim Arlandi Triyogo (PN Jaksel) menilai perkawinan beda agama tidak sah karena bertentangan dengan UU Perkawinan. Namun, Arlandi setuju dan mengizinkan pencatatan nikah beda agama di Dukcapil.

Sedangkan hakim Halomoan Ervin Frans Sihaloho (PN Jaktim) menyatakan nikah beda agama sah sehingga sah pula pencatatannya.

"Berdasarkan pasal 28B ayat (1) UUD 1945 ditegaskan kalau setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, di mana ketentuan ini pun sejalan dengan pasal 29 UUD 1945 tentang dijaminnya oleh Negara kemerdekaan bagi setiap Warga Negara untuk memeluk agamanya masing-masing," ujar Halomoan, dikutip dari detikNews pada Kamis (15/9).

"Pada dasarnya keinginan para Pemohon untuk melangsungkan perkawinan dengan berbeda agama tidaklah merupakan larangan berdasarkan UU Nomor 1 tahun 1974," imbuh Halomoan.

Sumber: detik.com